Pasar Baru: Mode dan Kuliner yang Melegenda

Muhammad Fachri Darmawan
4 min readJul 31, 2022
Pasar Baru. (Foto: Dreamstime)

Pasar Baru dan cerita yang melegenda, tak bisa terpisahkan. Pasar yang pada zamannya memiliki konsep modern, relatif baru pada saat itu. Dari sana lahir nama Pasar Baru.

Pasar Baru dibangun untuk melengkapi dua pasar besar yang sebelumnya ada, yakni Pasar Senen dan Pasar Tanah Abang di Jakarta Pusat. Dua pasar ini dibangun sekitar 1730-an.

Pasar Baru dari dulu hingga kini menyediakan aneka barang, apalugada (apa lu mau gue ada) sebutan sederhananya.

Secara umum, pusat perbelanjaan Pasar Baru dibagi menjadi 6 kawasan utama yakni Metro Pasar Baru, Metro Atom, Harco Pasar Baru, Pasar Baru, Istana Pasar Baru, dan kawasan Pintu Air.

Tak luput dari kelaziman, di mana ada keramaian transaksi jual-beli, di situ pula skena kuliner bermunculan sebagai pelengkap. Kuliner di kawasan Pasar Baru bukanlah hal yang asing. Bahkan, kuliner di sini sama legendarisnya dengan dagangan yang ada di Pasar Baru.

Deretan Kedai Sejak Puluhan Tahun

Sebut saja Bakmi Gang Kelinci yang mulai mencicipi eksistensi sejak 1957. Tak hanya makanan khas Indonesia dan warisan kuliner Peranakan, hidangan yang berasal dari India dan Arab, seperti kari hingga roti maryam ada di sini.

Restoran, kedai, atau jajanan kaki lima pun menjadi pelepas lapar dan dahaga usai berbelanja. Pengunjung Pasar Baru punya banyak pilihan untuk mampir mengisi perut dengan sajian ragam kuliner.

Dan, berbicara tentang Pasar Baru maka tak pas jika tak menyinggung Gang Kelinci. Lokasi ini pernah hits lewat tembang lawas Gang Kelinci yang dinyanyikan penyanyi legendaris Lilis Suryani.

Rumahku di salah satu gang.
Namanya gang kelinci.
Entah apa sampai namanya kelinci.
Mungkin dulu kerajaan kelinci, karena manusia bertambah banyak.
Kasihan kelinci terdesak.

Gang Kelinci tak ubahnya dengan penggambaran dalam lagu yang pernah populer di era 1960-an itu. Gang ini terletak di tengah kawasan Pasar Baru. Berupa gang sempit, tapi menyimpan harta karun berupa cerita kelezatan.

Gang Kelinci tepat berada di samping Pasar Baru. Aroma khas makanan langsung tercium begitu memasuki gang ini. Di sana-sini, beberapa orang sibuk mengantre di depan sang pedagang.

Selain restoran bakmi yang mencolok pandangan, pedagang kaki lima menjajakan bermacam kue dan buah pun tak ketinggalan. Warna kue ape yang hijau segar seolah memanggil datang. Juga kue jala, kue cubit, tapai singkong, hingga buah-buahan.

Buah nangka berukuran besar yang dijajar sedemikian rupa lumayan menyita perhatian. Tak jauh dari barisan nangka yang instaworthy, panganan yang langsung terlihat oleh pandangan mata tak lain adalah Cakue Ko Atek 1971. Cakwe merupakan jajanan khas tradisional etnis Tionghoa.

Cakue Ko Atek memang panganan legendaris sepanjang masa. Di tembok terpampang tulisan ulasan cakwe dari beragam media massa.

Cara memotong dan menggoreng cakwe antara penjual cakwe jalanan dengan Cakue Ko Atek sebenarnya tak jauh beda. Hanya, yang satu ini jadi legenda.

Tak jauh dari Cakue Ko Atek, masih beradu dinding, berdiri rumah makan Bakmi Gang Kelinci. Siapa juga yang tak kenal makanan legendaris ini? Makanan yang eksis sejak 1957 ini banyak dinikmati pembeli, terutama pada jam-jam makan siang.

Bakmi Gang Kelinci tak hanya menawarkan bakmi. Ada beberapa menu andalan seperti nasi goreng, kwetiau, bihun, cap cay, fu yung hai, kailan, dan lain sebagainya. Namun, tetap saja bakmi yang jadi primadona. Penampilan Bakmi Gang Kelinci tak jauh berbeda dengan bakmi-bakmi lainnya.

Hanya saja, mi yang dijadikan bakmi berbentuk keriting dan lebih padat daripada mi pada umumnya. Taburan sayuran, jamur, dan ayam menjadi bahan pelengkap bakmi ini. Alhasil, disajikan polos alias tanpa saus sambal dan kecap saja bakmi ini sangat menggiurkan.

Selain Bakmi Gang Kelinci, masih di gang yang sama, ada Bakmi Aboen-sejurus dengan warung Cakue Ko Atek. Mirip Bakmi Gang Kelinci, Bakmi Aboen juga menyajikan bakmi dengan menu-menu andalan seperti siomay, nasi goreng, nasi ayam, dan lain sebaginya.

Perbedaan mencolok dua bakmi ini adalah jenis mi yang disajikan. Jika Bakmi Gang Kelinci menyajikan mi kecil dan agak lebih keriting, Bakmi Aboen menyajikan mi lebih lurus dan lebih lembek. Selain itu, Bakmi Aboen menyajikan bakmi dengan menu lebih variatif seperti menu bakmi dengan potongan daging babi (non-halal).

Jajanan, Tak Luput

Selesai berputar mengitari Gang Kelinci, kita dapat menikmati jajanan yang ada di depan ruko di Pasar Baru. Berbagai jajanan dan makanan membuat siapa saja ingin berhenti sejenak dan membeli.

Beberapa jajanan dan makanan yang mudah kita temukan yakni sate kikil dengan saus nan lezat. Sate kikil ini dijajakan di sepanjang jalan Pasar Baru. Tak mahal, hanya Rp2.500 untuk satu tusuk sate.

Penganan lain yang tak kalah menggoda adalah serabi. Jajanan yang terbuat dari tepung beras bersama santan dan gula ini bisa kita temukan di depan gerbang pintu keluar Pasar Baru. Penampakan serabi berwarna hijau dan dimasak dalam wajan khusus mengingatkan kita pada jajanan masa lalu. Gurih nan manis.

Sama seperti sate kikil, beberapa panganan tradisional lain seperti tahu gejrot, gado-gado, serta jajanan pasar seperti mendut dan bikang terserak sepanjang jalan. Beberapa pembeli dengan santai duduk sembari menikmati panganan ini di tengah bercampurnya suasana pasar yang selamanya berlabel baru ini.

Pada akhirnya, Pasar Baru bukan hanya memberikan kepuasan mata semata, tapi juga perut dimanjakan oleh beragam sajian kuliner yang terasa. Cerita tentang Pasar Baru, adalah cerita tentang mode dan kuliner yang melegenda, siapapun akan mendapatkan nuansa yang berbeda.

--

--