Menikmati Kegilaan Bersama David Bowie

Muhammad Fachri Darmawan
3 min readOct 6, 2021

“Dia menikmati kegilaan, menurutnya orang gila mendapatkan hak khusus yang tidak dimiliki orang-orang waras, di antaranya berjalan di antara bintang, berlarian, berteriak, dan bebas menyakiti diri sendiri.”

Jika bertanya kepada seorang psikolog, maka definisi yang didapat dari kegilaan kira-kira sebagai, “Penyakit mental akut di mana seseorang tidak dapat membedakan fantasi dengan realitas, disertai ketidakmampuan seseorang melakukan kegiatan berhubungan dengan kondisi mentalnya atau melakukan perilaku impulsif yang tidak terkontrol”. Tapi kemudian muncul pertanyaan, siapa yang menentukan batasan fantasi dengan realitas? Bagaimana jika ketidakmampuan yang dilihat dari seseorang adalah keputusan mandiri yang diambil individu itu sendiri? Lalu jika seseorang melakukan sebuah tindakan impulsif dengan kesadaran penuh dimasukkan kategori Gila? Kira-kira pertanyaan-pertanyaan di atas lah yang muncul ketika dihadapkan dengan sebuah wacana kegilaan. Jauh dari tujuan sok kritis atau melakukan sebuah penggalian psikologis, pertanyaan di atas akan gue biarkan terbuka karena memang bukan itu tujuan dari tulisan ini.

Terlepas dari kekakuan definsi, ada cara yang sangat baik untuk menikmati kegilaan. David Bowie tahu caranya. Dia dengan senang hati dibawa ke sisi lain dari kota untuk diisolir di sebuah tempat bercat abu-abu dingin. Dia menikmati kegilaan, menurutnya orang gila mendapatkan hak khusus yang tidak dimiliki orang-orang waras, di antaranya berjalan di antara bintang, berlarian, berteriak, dan bebas menyakiti diri sendiri. Dia tidak mau keluar, di sel abu-abunya dia bisa berbahagia, terlepas dari kebebasan menyedihkan yang hanya memberi orang-orang waras tampang-tampang kebinasaan. Di dalam sini tidak ada beban. Di dalam sini tidak ada kenyataan yang membuatmu bisa terpelanting jatuh ke bawah setelah menari-nari di atas awan. Di dalam sini, selamanya melayang bebas. Bagian terkuat dari lagu ini muncul dalam bentuk bisikan,

Where can the horizon lie
When a nation hides
Its organic minds
In a cellar…dark and grim
They must be very dim

Sebuah imajinasi kuat yang menyatakan bahwa kegilaan setiap orang terletak dalam pikiran organiknya, bersembunyi di atap-atap rumah, di mana semua tertutup rapat dalam selubung kegelapan.

Dalam lagu ini secara gamblang Bowie meresapi kegilaan, melalui lirik “For I’m quite content, They’re all as sane as me” dia mengkonfrontir kemapanan diri dengan kewarasan seseorang. Memunculkan pertanyaan, apakah kewarasan adalah salah satu indikator kemapanan? Lalu, di akhir Bowie melakukan repitisi “Zane, Zane, Zane Ouvre le Chien” yang arti harfiahnya “open your dog” dia memainkan imajinasinya yang kira-kira pesannya, ada kegilaan di setiap orang.

Dari awal lirik hingga akhir, lagu ini menyajikan sebuah kemiringan luar biasa yang bisa disajikan oleh seorang seniman, karena nampaknya Bowie menyadari hal ini, bahwa kegilaanlah yang membuat seseorang seniman mampu menghasilkan sebuah karya yang baik. Maka untuk menghasilkan karya yang luar biasa, dibutuhkan kegilaan yang juga luar biasa.

Lagu All the Madman sendiri adalah lagu David Bowie untuk saudaranya yang bernama Terry, seorang pengidap schizophrenic yang dirawat di rumah sakit jiwa bernama Cane Hill. Terry kemudian melakukan bunuh diri pada tahun 1985 beberapa tahun setelah keluar dari rumah sakit jiwa tersebut dengan meletakkan kepalanya di sebuah rel kereta antara Littlehampton dan Sussex. Atas kejadian yang menimpa saudaranya ini, Bowie seakan-akan dihantui oleh kegilaan yang kemungkinan ada dalam genetik keluarganya, sehingga selain dalam lagu ini, tema-tema kegilaan seringkali muncul, bahkan menjadi sebuah simbol persona yang selalu hadir di album-album selanjutnya. Untuk hal satu ini Bowie memang jagonya, seorang master dalam kegilaan organik.

--

--