Mekanisme dan Strategi Kekuasaan Foucault

Muhammad Fachri Darmawan
3 min readMar 28, 2021

Bagi Foucault kekuasaan lebih menunjuk pada mekanisme dan strategi dalam mengatur hidup bersama.

Konsekuensi dari paham kekuasaan Marxian yakni tidak adanya relasi kekuasaan antara subjek, yang ada hanya monopoli kaum kelas atas dan perampasan segala hak milik kaum kecil. Dan akibat dari paham kekuasaan Thomas Hobbes ialah adanya tindakan represif yang tiada hentinya, kekerasaan, otoriter, dan sebagainya. Kondisi seperti ini yang menodai makna kekuasaan itu sendiri.

Berangkat dari keprihatinan seperti ini, Foucault akhirnya merefleksikan dan mengkritisi makna kekuasaan. Bagi Foucault kekuasaan lebih menunjuk pada mekanisme dan strategi dalam mengatur hidup bersama. Dalam arti ini kekuasan mengasalkan diri dari pelbagai sumber dan memiliki keterkaitan satu terhadap yang lain. Adanya pengakuan struktur-struktur yang menjalankan fungsi tertentu dan dalam struktur itulah kekuasaan mengasalkan dirinya.

Dari gagasan kekuasaan sebagai suatu strategi dan mekanisme, bisa dijelaskan beberapa metedologis kekuasaan yang menjadi fokus perhatian Foucault.

  • Yang pertama peran hukum dan aturan-aturan. Foucault mengatakan “kuasa tidak selalu bekerja melalui represif dan intimidasi melainkan pertama-tapa bekerja melalui aturan-aturan dan normalisasi”. Segala aturan dan hukum pertama tidak dilihat sebagai hasil dari ketentuan pemimpin atau institusi tertentu tetapi sebagai sintesis dari kekuasaan setiap orang yang lahir karena perjanjian. Segala aturan yang lahir karena konsensus bersama memiliki kekuatan yang lebih dalam hidup bersama.
  • Yang kedua, tujuan kekuasaaan. Tujuan dari adanya mekanisme kekuasaan ialah membentuk setiap individu untuk memiliki dedikasi dan disiplin diri agar menjadi pribadi yang produktif. Setiap orang diberi ruang untuk berpikir, berkembang, dan dengan bebas menyampaikan aspirasinya demi kemajuan bersama.
  • Ketiga, kekuasaan itu tidak dilokalisasi, tetapi terdapat di mana-mana. Kesadaran akan kekuatan dari suatu negara dan masyarakat tidak dibatasi hanya dari para pemimpin tetapi atas kerjasama setiap pribadi dan lembaga yang memiliki orientasi produktif. Misalnya, dengan adanya ruang komunikasi antara pemimpin dan warganya, kesatuan tercipta dalam suasana dialogis dan mengarah kepada cita-cita bersama.
  • Keempat, kekuasaan yang mengarah ke atas. Dalam arti ini, kekuasaan setiap orang dan lembaga dikomunikasikan sedemikian rupa sehingga membentuk konsensus bersama. Atau dengan kata lain hasil dari proses komunikasi kekuasaan bersama akan menghasilkan kekuasaan bersama atau dalam bahasa, Thomas Kuhn, adanya paradigma bersama.
  • Kelima, kombinasi antara kekuasaan dan Ideologi. Setiap anggota dalam masyarakat kurang lebih memiliki impian yang sama yaitu adanya pengakuan hal setiap orang yang terarah pada kesejahteraan bersama. Harapan ini harus berjalan bersama dengan kekuasaan bersama. Segala hukum dan aturan diarahkan untuk mencapai tujuan tersebut.

Dari kelima metodologis di atas, dapat dilihat dengan jelas adanya perbedaan diametral antara gagasan Foucault dengan para pemikir abad modern. Misalnya, Machiavelli yang melihat kesejahteraan bersama tidak ditentukan oleh konsensus bersama tetapi oleh penguasa. Machievelli mengatakan, “Orientasi kekuasaan tertuju kepada apa yang dinamakan penguasa artinya merujuk pada pemimpin negara. Di mana dikatakan bahwa seorang penguasa harus bisa membentuk opini umum dalam mengendalikan tingkah laku warganya". Dalam arti ini, penguasa memiliki kuasa mutlak untuk mengatur negara. Tidak ada aturan dan hukum yang muncul sebagai akibat perjanjian setiap subjek.

Dengan membandingkan kedua gagasan ini, kita dapat melihat bahwa arti kekuasaan dan jiwa yang menggerakan hidup bersama memiliki titik tolak yang berbeda. Dan Foucault sangat menjunjung tinggi pada proses kreatif dan kritis setiap orang dalam membangun ideologi bersama.

--

--