Herbert Marcuse: Arsitek Teori Kritis dan Pemantik Semangat Kritisisme

Muhammad Fachri Darmawan
6 min readSep 7, 2022

--

Herbert Marcuse. (The Heritage Foundation)

Mungkin banyak yang nggak kenal dengan sosok di atas. Namanya kalah tenar dengan filsuf-filsuf kontemporer lainnya seperti Nietzsche dan Sartre dengan eksistensialisme-nya, Marx dengan Marxisme-nya, Foucault dengan konsep kekuasaannya, atau bahkan Freire dengan pendidikan kritisnya.

Ya, Herbert Marcuse! Bagi gue, ia merupakan filsuf yang memberikan pencerahan dalam masa kritisisme sebagai mahasiswa. Ketika pernah bersinggungan dengan “gerakan” mahasiswa atau berada pada sebuah organisasi yang “kolot”, filsuf satu itu memberikan dorongan secara teoritis yang amat kuat akan kritisisme sebagai mahasiswa. Pastinya, untuk bisa membuat suatu perubahan ya!

Eits, tapi ya itu dulu! Seiring berkembangnya zaman dan berjalannya waktu, kritisisme pun memudar, pragmatisme lah yang beranjak. Tapi, buat gue, cara berpikirnya jadi semacam pisau analisis dalam melihat peristiwa yang terjadi untuk mengambil sebuah keputusan.

Buat yang belum tahu, singkatnya, Herbert Marcuse merupakan salah satu tokoh dari Mazhab Frankfurt, yang terkenal dengan “Teori Kritis”. Selain itu memang berasal dari pemikirannya, teori itu juga menjadi trademark dari Institut Frankfurt itu sendiri.

1925 Berkenalan dengan Pemikiran Marx

Das Kapital. (Alexandros Michailidis / Shutterstock.com)

Herbert Marcuse lahir pada tanggal 19 Juli 1898 di Kawasan Charlottenburg, Berlin, dari keluarga Yahudi yang sudah berasimilasi secara baik dengan lingkungan dan kebudayaan Jerman. Semasa muda, Marcuse bergabung dengan kelompok pemuda wandervögel dan menamatkan notabitur (diploma darurat) di Gymnasium Augusta tahun 1917.

Semasa menamatkan notabiturnya, Marcuse, secara pilihan politik pernah menjadi anggota aktif SPD (Partai sosial Demokrat). Karena kecewa akan sikap kader-kader SPD dan sangat terpukul dengan terbunuhnya Rosa Luxemburg dan Karl Liebknecht, ia memutuskan keluar dari partai dan melanjutkan studinya.

Ia belajar di Universitas Humboldt di Berlin dan kemudian melanjutkan ke Universitas Freiburg di Breisgau. Mata kuliah yang ia tekuni ialah sejarah literatur baru Jerman, filsafat, dan ekonomi politik. Tahun 1922 ia pun berhasil meraih gelar doktor di Universitas Freiburg.

Sesudah menyelesaikan gelar doktoralnya, ia kembali ke Berlin dan mengelola sebuah penerbitan dan toko buku tua milik keluarganya. Pada saat itu pula, ia menyunting beberapa karya tulis beraliran kiri seperti teori Marxis, psikologi gestalt, seni, dan filsafat aktual masa itu.

Pada tahun 1925, Marcuse membaca karya Karl Marx dan Martin Heidegger. Semenjak karya Heidegger (sein und zeit) terbit tahun 1927, ia memutuskan kembali ke Freiburg untuk memperdalam filsafat dan menjadi seorang dosen.

Ia sempat bekerja menjadi asisten pribadi Heidegger. Kerja sama itu tak berjalan lama tatkala perbedaan politik mereka berdua, Heidegger mendukung partai ekstrem kanan saat itu, Nazi. Dan Marcuse mendukung partai yang berhaluan kiri saat itu, Partai Sosial Demokrat, pun dikarenakan Heidegger ambil bagian dalam kegiatan akademis yang mendukung Nazi membuat Marcuse semakin antipati dengannya.

Setelah lepas dari Heidegger, Marcuse menerima tawaran dari Husserl yang dititipkan kepada Kurt Riezler, kurator pada Universitas Frankfurt dan memintanya untuk bergabung bersama Max Horkheimer dalam Institut Penelitian Sosial.

Tahun 1933, Marcuse pergi ke Jenewa untuk bergabung dengan institut itu dan bersama dengan Horkheimer ia ditugasi untuk menjadikan “Teori Kritis” sebagai trademark institut dalam dunia filsafat kontemporer.

Teori Kritis = Semangat Modernitas

Tokoh Mazhab Frankfurt. (The Collector)

Teori Kritis merupakan semangat modernitas yang merupakan negasi dari semangat feodalisme dan hegemoni agama dalam hidup manusia. Modernitas merupakan simbol dari kebangkitan nalar atas penindasan, pengekangan, penghisapan dan pembodohan yang dilakukan oleh kalangan sipil dengan kaum agamawan. Modernitas menentang manipulasi agama demi legitimasi kekuasaan dan dominasi atas masyarakat.

Menurut Martin Jay, seorang Professor Emeretus dari University of California, dikutip dari bukunya yang berjudul The Dialectical Imagination: A History of the Frankfurt School and the Institute of Social Research, Teori Kritis merupakan warisan, bagian, dan kelanjutan dari ruh modernitas.

Teori kritis merupakan warisan, bagian, dan kelanjutan dari ruh modernitas dan secara genealogis, limfa yang menghidupinya ialah penolakan dan keengganan kaum jauhari terhadap tendensi kultural yang cenderung menutup semesta refleksi dalam filosofis tertentu.

Kalau ditarik ke dalam konteks historisnya, Teori Kritis merupakan kelanjutan dari perkembangan refleksi yang menghiasi dunia filsafat masa itu, terutama dialektika Hegel dan dialektika Marxis.

Masih dikutip dari buku yang sama, menurut Martin Jay, Teori Kritis menampilkan sudut pandang lain dalam memandang dialektika Hegel.

Dalam dialektika Hegel, tesis beradu dengan antitesis akan menghasilkan sintesis. Kalau teori kritis, sintesis beradu dengan komposisi dan menghasilkan persenyawaan antara subjek dan objek, partikular dan universal, esensi dan eksistensi, substansi dan aksidensi.

Berlainan dengan Hegel, dialektika Marxis menjadikannya sebagai acuan analisis persoalan realitas makro (sosial, politik,ekonomi, dan kebudayaan) yang berakar pada ketimpangan distribusi sumber ekonomi dan pembagian keuntungan. Lebih jauh, Marxis menyatakan diri dalam penghapusan kontradiksi sosial dan kelas sosial agar segala persoalan dapat dipecahkan.

Pemaduan antara dialektika Hegelian dengan dialektika Marxis merupakan suatu pengejawantahan dari Teori Kritis. Teori Kritis berusaha memeriksa realitas konkret kehidupan aktual dengan menganalisis secara mendalam segala peristiwa dan kelembagaan yang berkembang dalam masyarakat, secara khusus dalam bidang sosial-ekonomi dan politik.

Teori Kritis juga memfokuskan diri pada perubahan dan perkembangan sosio-historis yang sedang eksis. Fondasi dari Teori Kritis adalah dialektika Hegel karena aktivitas ilmiah dialektika Hegel menjadi sarana utama untuk menganalisis perkembangan sejarah peradaban manusia dalam kerangka sosio-historisnya.

Dalam konteks sosio-politik, Teori Kritis, fundamen utamanya adalah dialektika Marxis. Oleh karena, konsep sosio-historisnya memakai Dialektika Hegel, dalam memandang sejarah termuat perbedaan mendalam, mulai dari pengalaman historis, arus dan alur perkembangan sejarah dan kemajuan masyarakat, ilmu pengetahuan dan teknologi,struktur masyarakat dan kekuasaan yang melingkupinya.

Karena Karl Marx berhadapan langsung dengan kemiskinan dan perbudakan kaum buruh semenjak revolusi industri. Implikasinya, analisis dan kritik teoritis besar Marx berkisar dalam aktivitas mendalam dan terperinci dunia ekonomi saat itu.

Adapun Teori Kritis, mempunyai pengalaman langsung dengan Fasisme dan Nazisme, Komunisme, dan Stalinisme. Kecenderungan kekuasaan absolut menjadi realitas yang dihadapi Teori Kritis. Teori Kritis hidup dalam tendensi kuasa antara blok barat dan timur, perlombaan senjata, dan rezim totalitarianisme yang sedang bergelora.

Tanggapan Atas Krisis Dua Ideologi

Bendera Uni Soviet dan Amerika Serikat. (Films For Action)

Secara historis, Teori Kritis dikembangkan dalam menanggapi krisis terhadap Kapitalisme maupun Komunisme. Krisis Kapitalisme yang berakar pada dogmatisme, bahwa Kapitalisme adalah ideologi terbaik di dunia.

Begitupun dengan Komunisme, dogmatisme menyeruak juga. Yang sering disebut dengan Marxis Ortodoks berpendapat bahwa sejarah manusia dan peradabannya hanya cetusan dari berbagai aktivitas, interaksi, dan relasi historis dunia ekonomi.

Dogmatisme seperti ini yang akan mengekang Komunisme menjadi ideologi yang tertutup dan buta akan realitas sosial yang sedang terjadi dan anti kritik. Dari situlah, Teori Kritis masuk untuk menjadi sarana objektif dalam memandang realitas yang terjadi dan kelemahan yang tercipta dari dua ideologi besar saat itu.

Kedekatan Pemikiran Marcuse dengan Hegel

Hegel. (Natata / Shutterstock.com)

Setelah Teori Kritis yang berusaha dikembangkan oleh Institut yang di mana Herbert Marcuse ada di dalamnya, harus diperhatikan pula sumber pemikiran dari Marcuse itu sendiri. Yaitu Hegel, Marx, dan Freud. Dalam berbagai karyanya, terutama reason and revolution sangat kental pemikiran dialektis-kritis dari permenungan Marcuse atas Hegel.

Dalam bukunya reason and revolution, tema hakiki dari pemikiran Hegel adalah nalar dialektis. Sasaran pertama dari pemikiran Marcuse dalam bukunya adalah cendekiawan Hegelian kanan dan politisi Nazi yang berargumen bahwa status quo tak bisa dibantah dan diganggu gugat dalam konsep bernegara (relativitas negara absolut).

Sasaran kedua Marcuse adalah pembuktian mengenai nalar dialektis sebagai ruh utama filsafat Hegel. Marcuse hendak mengatakan bahwa filsafat Hegel menjadi suatu pendobrak dari status quo. Menurut Hegel, kesatuan langsung antara nalar dan realitas tidak pernah ada. Sejauh masih terdapat jurang antara yang riil dan potensial. Yang potensial ini mesti diaktualkan dan diubah hingga sesuai dengan nalar.

Secara implisit, Hegel menyatakan bahwa semuanya dapat berubah dan semuanya dapat diubah, sekaligus Hegel menyatakan bahwa ada distingsi mengenai tetap dan berubah. Hegel juga menyatakan bahwa, kita harus melampaui negara! Karena setiap negara mesti memperlakukan manusia bebas seperti onderdil dari sebuah mesin.

Perlakuan seperti itu secara hakiki tidak boleh terjadi, maka negara harus dilampaui. Jadi, absolutisme dalam pemikiran Hegel bersifat sementara. Bila tahap kematangan rasionalitas terjadi, maka kedudukan dan fungsi negara dapat diminimalisir dan bahkan dieleminir.

Secara singkat, pemikiran Hegel menjadi medium dalam argumentasi Marcuse mengkritik status quo yang digaungkan Nazi pada saat itu yang mereduksi hakikat setiap individu dan memendam filsafat Hegel demi kepentingan politis semata.

Sebagai penutup, gue akan berikan sebuah kutipan ikonik dari Herbert Marcuse yang bisa mendorong semangat kritisisme dan perlawanan buat yang senang dengan cara berpikir kekiri-kirian!

Kapitalisme harus diganyang dan masyarakat kapitalis mesti dilampaui agar terbit fajar baru kemanusiaan dan kebersamaan.

--

--

Muhammad Fachri Darmawan
Muhammad Fachri Darmawan

No responses yet